Cairan kristaloid dan koloid

Cairan kristaloid dan koloid

Thomas Graham, seorang ahli kimia Skotlandia terkemuka pada abad ke-19, terkenal karena kontribusinya yang signifikan dalam bidang kimia. Dia dikreditkan dengan penemuan Hukum Graham dan diakui sebagai pendiri kimia koloid. Selain itu, Graham juga dikaitkan dengan penemuan berbagai istilah fundamental dalam kimia koloid, termasuk koloid, difusi, osmosis, sol, gel, peptisasi, seneresis, dan kristaloid. 

Pada tulisan ini kita akan membahan cairan Kristaloid dan Koloid. Dimana saat ini sangat bayak di gunakan di lingkungan medis untuk kebutuhan perawatan.

Jenis-jenis cairan intravena

umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid atau kombinasi keduanya.

cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran.

Cairan koloid adalah cairan yang berat molekulnya tinggi.

Cairan kristaloid 

Kristaloid disebut sebagai larutan yang mengandung elektrolit dalam bentuk kristal yang dilarutkan dalam air. Jenis larutan ini dapat dengan mudah melewati membran endotel pembuluh darah, sehingga memungkinkan air bergerak bersamanya untuk menjaga keseimbangan antara bagian dalam dan luar pembuluh darah. berikut ini adalah 3 jenis cairan kristaloid.

  1. cairan hipotonik
  2. cairan isotonik 
  3. cairan hipertonik

1. Cairan hipotonik 

Larutan ini dirancang untuk manajemen defisiensi cairan ekstraseluler dan intraseluler, sehingga dapat mengatasi dehidrasi kronis dan ketidakseimbangan elektrolit, terutama dalam konteks hipernatremia akibat kehilangan cairan yang terkait dengan diabetes insipidus. Namun, cairan ini tidak cocok untuk digunakan sebagai cairan resusitasi dalam skenario darurat, seperti dalam kasus larutan dekstrosa 5%.

2. Cairan isotonik 

Cairan isotonik, seperti yang mengandung garam fisiologis (NaCl 0,9%), Ringer laktat, dan plasmalit, dikenal efektif meningkatkan volume intravaskular. Volume cairan isotonik yang dibutuhkan kira-kira empat kali lebih besar dari volume sebenarnya yang hilang. Cairan ini sangat efektif untuk resusitasi, dengan waktu pemberian yang relatif lebih singkat dibandingkan cairan koloid.

3. Cairan hipertonik 



Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal.

Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka bakar edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan contohnya NaCl 3%

(Ringer Laktat) RL

Larutan yang disediakan terdiri dari 130 mEql Natrium, 4 mEql Kalium, 109 mEql Klorida, 3 mEql Kalsium, dan 28 mEq/L Laktat. Laktat mengalami metabolisme terutama di hati, dengan sebagian kecil dimetabolisme di ginjal. 

Gangguan pada proses metabolisme ini terjadi pada penyakit yang mempengaruhi fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat, yang selanjutnya diubah menjadi CO2 dan H2O (dikatalisis oleh piruvat dehidrogenase, 80%) atau glukosa (dikatalisis oleh piruvat karboksilase, 20%), yang menghasilkan produksi HCO3 melalui proses-proses ini.

Ringer Asetat


Larutan berikut mengandung konsentrasi elektrolit berikut: Natrium 130 mEq/L, Klorida 109 mEq/L, Kalium 4 mEq/L, Kalsium 3 mEq/L, dan Asetat 28 mEq/L. Cairanini menawarkan koreksi asidosis metabolik yang lebih cepat dibandingkan dengan Ringer laktat karena metabolisme asetat di otot, dibandingkan dengan laktat di hati. 

Asetat memiliki laju metabolisme 250-400 mEq/jam, sedangkan laktat dimetabolisme pada 100 mEq/jam. Asetat diubah menjadi bikarbonat melalui kombinasi asetat dan koenzim A untuk membentuk asetil ko-A. Proses ini difasilitasi oleh asetil ko-A sintetase dan melibatkan konsumsi ion hidrogen. Cairan ini dapat menjadi alternatif pengganti Ringer laktat.

Glukosa 5%, 10% dan 20%.

Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/L, 100 gr/L, 200 gr/L.


Jenis larutan glukosa berikut ini digunakan dalam kondisi medis yang berbeda: 

  • Larutan glukosa dengan konsentrasi 5% digunakan pada kondisi gagal jantung. 
  • Larutan glukosa dengan konsentrasi 10% dan 20% digunakan pada kondisi hipoglikemik, gagal ginjal akut dengan anuria, dan gagal ginjal akut dengan oliguria.

NaCl 0,9%

Informasi berikut ini harus benar-benar diperhatikan:

Cairan fisiologis yang dijelaskan mengandung 154 mEq/L natrium dan 154 mEq/L klorida. Cairan ini digunakan sebagai cairan pengganti dan direkomendasikan sebagai pengobatan awal untuk hipovolemia yang disertai hiponatremia, hipokloremia, atau alkalosis metabolik. 

Cairan ini diberikan pada kasus demam berdarah dengue dan syok kardiogenik. Selain itu, cairan ini diresepkan untuk kondisi yang berhubungan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetes, insufisiensi adrenokortikal, dan luka bakar pada pasien anak. Biasanya, penggunaan NaCl dikombinasikan dengan cairan lain, seperti 0,9% NaCl dengan 5% glukosa.

Cairan koloid

  1. Albumin 
  2. HES (hidroxy ethyl starch)
  3. Dextran
  4. Gelatin 

Albumin 

Terdiri dari 2 jenis yaitu:

1. Albumin endogen 

Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan di hati dengan berat molekul (BM) sekitar 66,5 kilodalton (kDa). terdiri dari 585 asam amino. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma penurunan kadar albumin 50% akan menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.

2. Albumin eksogen 

Ada dua jenis albumin eksogen: albumin serum manusia dan albumin eksogen yang dihasilkan dari serum manusia. Albumin eksogen yang dimurnikan, juga dikenal sebagai fraksi protein yang dimurnikan (Purified Protein fraction), dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan. 

Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.

Kebutuhan albumin dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Kebutuhan albumin : (D-A) x BB x 3,2

 Keterangan:

D = Kadar albumin yang diharapkan

A = Kadar albumin aktual

BB = Berat badan


HES (hidroxy ethyl starch)


HES adalah senyawa kimia sintetis yang sangat mirip dengan glikogen. Ini adalah campuran kompleks yang mengandung partikel dengan berat molekul yang berbeda, membuatnya sangat heterogen. Umumnya tersedia dalam larutan 6% dalam larutan garam fisiologis, dengan tekanan onkotik 30 mmHg dan memiliki osmolaritas 310 mOsm/L. HES berasal dari hidroksilasi aminopektin, yang merupakan salah satu cabang polimer glukosa.

Dalam uji klinis, telah didokumentasikan bahwa hydroxyethyl starch (HES) berfungsi sebagai agen yang relatif efektif untuk meningkatkan volume di dalam pembuluh darah, dengan dampak intravaskular yang bertahan selama periode antara 3 hingga 24 jam. Perluasan ini disebabkan oleh tekanan onkotik yang lebih besar, yang mengakibatkan retensi cairan intravaskular yang melebihi volume yang diberikan pada awalnya. 

Namun, perlu dicatat bahwa komplikasi dapat timbul dari pemberian HES, terutama yang berkaitan dengan gangguan pada proses pembekuan darah normal, terutama ketika dosis melebihi 20 mL/kgBB/hari.

Dextran

Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan dalton.

Cairan dekstran yang biasa digunakan adalah yaitu dextran 40 dan 70. Dekstran 40 (10% cairan dengan berat molekul 40 kDa). Dextran 70 mempunyai BM 70 kDa. Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. 

Dekstran 40 telah digunakan untuk meningkatkan aliran darah pada anggota tubuh yang mengalami iskemik. Dekstran 40 dan dekstran 70 telah digunakan untuk mencegah trombosis vena dalam.

Dextran 40 mempunyai BM 40 kDa. Tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler.

Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen cairan ini digunakan pad penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom komplikasi antara lain payah ginjal akut reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.

Gelatin

Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa dan pada bencana alam terdapat 2 bentuk sediaan yaitu :

  1. Modified fluid gelatin (MFG)
  2. Urea bridged gelatin (UBG)

Kedua cairan ini punya BM 35.kDa kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.



Prinsip Terapi Cairan 

Dalam bidang perawatan pasien, terapi cairan memegang posisi yang sangat penting. Ketika mempertimbangkan cairan mana yang akan diberikan, sangat penting untuk mempertimbangkan tingkat hidrasi pasien, keseimbangan elektrolit, dan ketidakteraturan metabolisme yang sudah ada sebelumnya. 

Untuk menyederhanakan tujuan terapi cairan, terapi cairan dapat dikategorikan menjadi resusitasi dan penggantian. Hal ini mencakup penggantian cairan yang hilang selama episode akut dan menyediakan pemeliharaan untuk mengkompensasi kehilangan cairan harian. 

Kebutuhan terapi cairan dan elektrolit dapat diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam 3 kategori yang berbeda.

  1. Terapi pemeliharaan atau rumatan 
  2. Terapi defisit 
  3. Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung

Terapi pemeliharaan atau rumatan

Untuk mengganti cairan yang hilang melalui pernapasan, kulit, urin, dan feses (disebut sebagai kehilangan air normal atau NWL), penting untuk mempertimbangkan kehilangan cairan melalui pernapasan dan kulit, yang disebut sebagai kehilangan air yang dapat diinsisi (incisible water losses atau IWL). Kebutuhan cairan pengganti perawatan dihitung berdasarkan berat badan pasien (kgBB).

Kebutuhan cairan untuk terapi pemeliharaan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan aktivitas, khususnya IWL. Untuk setiap kenaikan suhu 1°C di atas suhu tubuh 37°C, kebutuhan cairan meningkat 12%. Sebaliknya, pada situasi penurunan aktivitas, seperti pada keadaan koma dan hipotermia, IWL akan menurun, sehingga membutuhkan penurunan 12% kebutuhan cairan pemeliharaan untuk setiap penurunan suhu 1°C di bawah suhu tubuh normal.

Cairan intravena untuk terapi pemeliharaan biasanya terdiri dari campuran dekstrosa 5% atau 10% dengan larutan NaCl 0,9%, 4:1, 3:1, atau 1:1, yang disesuaikan seperlunya dengan menambahkan larutan KCl 2 mEq/kgBB.

Terapi defisit 

Untuk mengatasi kehilangan air dan elektrolit yang tidak normal, atau kehilangan air sebelumnya (PWL) previous water losses yang menyebabkan dehidrasi, cairan pengganti diberikan dengan takaran mulai dari 5-15% berat badan. Dehidrasi biasanya disebabkan oleh faktor-faktor seperti diare, muntah akibat stenosis pilorus, berkurangnya asupan oral, dan asidosis terkait diabetes. Tingkat dehidrasi diklasifikasikan sebagai ringan (kehilangan cairan 3-5%), sedang (kehilangan cairan 6-9%), dan berat (kehilangan cairan 10% atau lebih) berdasarkan PWL.

Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung 

Tubuh manusia dapat kehilangan cairan melalui berbagai cara seperti muntah dan diare yang terus menerus, pengeluaran lendir, paracentesis, dan faktor lainnya. Diperkirakan bahwa tingkat kehilangan cairan adalah sekitar 25 mililiter per kilogram berat badan per 24 jam untuk individu di semua kelompok usia. 

Sangatlah penting untuk memantau dan mengelola kehilangan cairan, terutama pada kasus penyakit atau prosedur medis yang dapat menyebabkan pengurangan cairan yang signifikan.

Untuk mengatasi keadaan yang disebutkan di atas, sangat penting untuk memberikan terapi cairan. Jika asupan cairan melalui mulut tidak memungkinkan, pilihan alternatif seperti pemberian cairan subkutan atau intragastrik dapat dicoba. Namun, jika metode ini tidak memadai atau menimbulkan risiko terhadap kesehatan pasien, terapi cairan intravena harus dipertimbangkan.

Kebutuhan Cairan Rutin 

Kebutuhan cairan rutin seseorang dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, berat badan, tingkat aktivitas fisik, kondisi kesehatan, dan lingkungan tempat tinggal. Namun, sebagai pedoman umum

Dewasa : 

  • 2 cc/kgbb/jam 

Anak-anak 

  • 10 kg i : 4 cc/kgbb/jam 
  • 10 kg ii : 2 cc/kgbb/jam 
  • 10 kg iii : 1 cc/kgbb/jam  

Contoh anak usia 10 tahun dengan berat badan 25 kg membutuhkan cairan rutin perhari 

10 kg i : 4 mL/kgBB/jam x 10 kg = 40 

10 kg ii : 2 mL/kgBB/jam x 10 kg = 20 

5 kg iii : 1 mL/kgBB/jam x 5 kg = 5  +

25 kg | 65 mL/jam x 24 jam = 1560 mL/hari


Kebutuhan cairan selama operasi 

sangat penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, serta untuk mendukung fungsi organ dan jaringan yang optimal. Berikut adalah beberapa komponen utama yang dipertimbangkan dalam menghitung kebutuhan cairan selama operasi:

Cairan Pemeliharaan (Maintenance Fluid):

  • Digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan normal akibat respirasi, keringat, dan urin selama operasi.
  • Rumus umum: 4-2-1 (4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama, 2 ml/kg/jam untuk 10 kg berikutnya, dan 1 ml/kg/jam untuk sisa berat badan).

Defisit Praoperatif (Preoperative Deficit):

  • Menghitung defisit cairan akibat puasa sebelum operasi.
  • Rumus: Jumlah jam puasa x cairan pemeliharaan per jam.
  • Biasanya diberikan selama 3 jam pertama operasi (50% pada jam pertama, 25% pada jam kedua, dan 25% pada jam ketiga).

Kehilangan Cairan Intraoperatif:

Kehilangan Insensibel (Insensible Loss): Kehilangan cairan melalui kulit dan paru-paru selama operasi. Besarnya tergantung pada jenis operasi dan suhu lingkungan.

  • Operasi kecil: 2-4 mL/kg/jam.
  • Operasi sedang: 4-6 mL/kg/jam.
  • Operasi besar: 6-8 mL/kg/jam.

Kehilangan Darah: Perlu diukur dan digantikan dengan cairan kristaloid (3:1) atau koloid (1:1).

Terapi cairan untuk koreksi suhu 

untuk setiap kenaikan 1°C membutuhkan terapi cairan tambahan :

 10 x kebutuhan cairan rutin 

contoh : anak usia 10 tahun dengan berat badan 25 kg, suhu tubuh saat ini suhu 38°C. dalam kondisi ini membutuhkan terapi cairan tambahan dengan koreksi suhu. dari soal terdapat kenaikan suhu 2°C.

= 10% x 1560 mL/hari = 156 mL

= 156 mLx 2°C = 312 mL/hari

Kecepatan infus 

Kecepatan infus (drip rate) adalah jumlah tetesan cairan infus yang diberikan per menit untuk mencapai volume tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan. Kecepatan infus dapat dihitung berdasarkan jenis cairan yang digunakan dan kebutuhan pasien. Berikut langkah-langkah untuk menghitung kecepatan infus: pelajari lebih lanjut disini tentang tetesan infus.

  • tetes makro 15 tetescc 20 tetes/mL
  • tetes mikro 60 tetes/mL

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url